Poet.
Berpuisi

Puisi Di Kota Jogja

Gerimis di sudut kota jogja, Kurasa sudah lama tidak menulis puisi disaat gerimis begini

Hujan panas, iya, di tempat asal ku menyebutnya hujan panas, hujan tapi mentari enggan beranjak. Ah tidak, bisa jadi awan-awan itu tidak cukup banyak untuk menutupi mentari, atau sinar mentari kali ini terlalu kuat untuk sekadar ditutupi segumpal awan putih (?), sudahlah.

Aku selalu suka hujan, aroma tanah yang perlahan basah, namun bukan berarti setiap hujan aku akan keluar rumah menari-nari seperti di sinetron terus basah kuyup di bawah guyuran hujan. Aku bukan Bob Marley yang berkata seperti ini “You say you love rain, but you use an umbrella to walk under it”. Tidak juga setiap hujan aku akan menulis sajak demi sajak, ditemani kopi hitam bersama alunan lagu rindu. Pada umumnya yang kulakukan pada saat hujan, ya tidur kalo lagi di rumah, kalo lagi di luar ya melamun, mikirin uang bulanan yang sudah habis padahal baru pertengahan bulan. Bukankah cukup umum? Puisinya mana? Tidak ada, tidak ada kenangan yang ku ingat, ah iya hanya kenangan masa kecilku disaat main hujan di lapangan, aku dan teman-temanku dikejar kilat yang disertai guntur, entah benar-benar dikejar atau kami yang merasa dikejar.